Entah dari mana awalnya aku harus menceritakan ini. Kadang-kadang ada suatu rasa rindu yang tidak bisa kuungkapkan seperti biasanya aku mengungkapkan segalanya lewat kata-kata. Tapi, kerinduan ini sebenarnya tak semestinya aku rasakan. Karena, aku meninggalkannya memang karena betul-betul dengan niat untuk taat kepada ALLAH Subhanahu wa Ta'ala dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan yang menyertainya.
Yah, memang jika terlalu lama bersama sesuatu maka ketika kita meninggalkannya, suatu hari kita bisa saja merindukannya. Huff..., aku bertahun-tahun (dari kecil) bergelut dengan angan-angan, membayangkan banyak hal di kepalaku. Bisa dibilang aku adalah orang yang memiliki imajinasi yang sangat tinggi. Aku suka memikirkan hal-hal di luar yang biasa dipikirkan orang lain pada umumnya. Bahkan kadang-kadang orang di sekitarku menganggap yang kukatakan agak aneh. Yah, aku suka memikirkan sesuatu di balik sesuatu. Itulah juga yang menyebabkanku menjadi penulis cerita fiktif. Dari kecil aku suka menulis cerita apa saja dan puisi apa saja. Dari kecil aku juga selalu menulis buku harian, bahkan sampai hari ini. Sejak SMP kelas satu, aku telah menulis tujuh buah novel, baru satu yang kurampungkan dan yang lainnya masih setengah. Karena, mungkin aku memiliki terlalu banyak ide gila yang harus kutuliskan. Aku juga sudah menulis ratusan puisi, puluhan syair, dan puluhan cerpen. Di sini aku bukan ingin membanggakan diri atau yang semacamnya, tapi semoga bisa jadi pelajaran buat kita semua.
Menulis membuatku bisa mengeluarkan seluruh hal yang ada di kepalaku. Karena ketika aku menyimpannya, serasa itu tak ada artinya. Dan, mungkin di situlah aku merasakan kenikmatan yang begitu hebat.
Sejak kecil aku termasuk orang yang tidak suka menceritakan semua yang aku rasakan dan yang aku pikirkan (kecuali saat ini, setelah aku rutin tarbiyah aku menjadi orang yang supel). Aku sering mengobrol dengan teman-teman, hanya mengenai apa yang telah aku baca, berita apa yang aku lihat di TV, apa yang aku alami, sebatas itu saja. Tapi, pikiranku yang melanglang buana??? Lewat menulis, segala perasaanku tentang sesuatu, segala pendapat-pendapatku, segala imajinasiku, aku tuangkan ke dalam tulisan-tulisanku.
Menulis telah memberikanku kepuasan tersendiri. Bahkan dalam tiap harinya aku harus menulis sesuatu. Entah itu puisi, cerpen, atau menyambung novelku. Tapi, pada akhirnya aku harus meninggalkan seluruh dunia imajinasiku ke alam nyata. Karena, aku ada di dunia yang nyata, tidak seperti yang orang tasawwuf bilang, bahwa kita ini (makhluk) belum tentu nyata (aku mengetahui hal ini karena pernah mendengar dari seorang uztads yang beraliran tasawwuf) .
Baiklah, kali ini aku ingin bercerita, betapa sulit meninggalkan dunia fiktif-ku.
Mungkin mulai dari hobiku membaca apa saja dari kecil, bungkusan kecap, koran bekas, buku cerita di sekolah yang dulunya kakekku sebagai kepala sekolahnya, bungkusan bumbu penyedap, pamflet-pamflet di dinding, tulisan berjalan di televisi, brosur-brosur, iklan-iklan di jalan, semuanya, aku baca satu-persatu, setiap karakter. Bahkan aku lupa sejak kapan aku sudah mulai bisa membaca dan kapan sebenarnya aku belajar membaca? Waktu masuk TK aku ingat sekali aku telah lancar membaca. Pernah kutanyakan kepada bapakku, sejak kapan sebenarnya aku bisa membaca? Karena seingatku aku sudah bisa membaca sebelum TK, aku biasa ke perpustakaan di sekolah kakek dan membaca buku-buku cerita yang ada di sana.
Bapakku pun menjawab diawali dengan sebuah cerita pendek:
“Dulu waktu bapak menemani kamu waktu kecil ke puskesmas, bapak sering menyuruhmu membaca poster di dinding, dan kamu membacanya dengan lancar.”
“Kalau begitu, sejak kapan aku mulai bisa membaca, siapa yang mengajariku?” tanyaku penuh rasa penasaran.
“Yang pertama kali mengajari kamu, ya, mama kamu. Dari kecil kalian semua itu sudah diajari mengenal huruf dan diajari membaca.”
Hmm..., ternyata mamaku tersayang yang telah mengajarku sejak kecil? Hebat, kan? Mamaku itu cuma tamatan SMP, tapi memiliki anak-anak yang sudah bisa membaca sejak kecil. Aku sungguh bersyukur pada ALLAH Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Baik telah memberiku mama yang hebat.
Hum..., sebenarnya terlalu jauh mukaddimah tulisan ini.
Duduk di SD aku mulai menulis buku