Senin, 16 Agustus-8 November 2011Hari pertama aku pergi tarbiyah, di sebuah rumah, cukup dekat dari sekolah. Jalan kaki saja, begitulah adanya. Hari itu aku pergi bersama teman-teman sekelas.
Pertama melihatnya, aku tidak kaget atau apa pun namanya ketika melihat jilbabnya yang di atas lutut. Rasanya tidak asing meski aku tidak ingat apakah aku pernah melihat perempuan yang berjilbab sepanjang itu.
Ia menyambut kami dengan hangat, dengan senyumannya yang khas. Senang sekali. Akhirnya cita-citaku selama ini terkabul (aku ingin belajar Islam secara intensif tapi tidak tahu tempatnya di mana), Maha Besar Allah dengan segala keagungan-Nya.
Dengan suasana yang sangat baru aku duduk di dalam majelis mendengarkan setiap kata yang terlontar dari mulutnya. Sebelumnya, dimulai dengan membaca al-Qur’an secara bergantian. Hehehe, bacaanku sangat jelek, terbata-bata, tanpa tajwid, penyebutannya pun kocar-kacir (nah, di sinilah aku mulai belajar membaca dengan tartil). Aku membawa al-Quran milik omku, berwarna merah, tanpa terjemahan. Panjangnya sekitar 20x15 cm, dengan sabar ia membenarkan bacaan Qur’anku. Jujur, aku sama sekali tidak malu dengan bacaan Qur’anku, malah aku termotivasi untuk terus belajar. Apalagi mendengar bacaan teman-teman lain yang cukup lancar, lebih termotivasi lagi.
Hari-hari terus berlanjut. Di dalam majelis kami ada