"MARI BERMETAMORFOSA"

3 Des 2014



Berapa lama penantian ini, akhirnya ia berada di tangan mereka. Mereka yang membacanya sambil meneteskan air mata, karena kisahnya terlalu mengharu biru katanya. Ada juga yang mengerutkan kening kemudian tersenyum, lalu tertawa. Entah bagian kisah mana yang membuat mereka seperti itu.

Berawal dari kecintaan menulis diary, kemudian berkenalan dengan puisi, saling bersapa dengan cerita-cerita pendek, dan mengulum berbagai momen dengan novel-novel. Hingga akhirnya cinta ini tertambat pada syari'at-Nya. Cinta ini membuatku harus menggulung ratusan halaman huruf yang telah menoreh jalan-jalan hidupku, kenangan yang telah diuraikan oleh seorang awwam yang haus akan menulis. Hingga akhirnya mengarahkan haluan untuk berda'wah lewat tulisan. Dengan berbagai halangan dan tantangan, dengan tekad minimal sebuah buku sebelum mati, dengan segenap do'a yang tak pernah berhenti, ia akhirnya terbit melegakan dahaga hati.

Penerbit indie adalah pilihan pertama untuk memudahkan terbitnya Metamorfosa. Memilih penerbit indie yang profesional harus menyiapkan dana yang tidak biasa bagi mahasiswi yang tidak suka menadahkan tangan pada orang tua. Berbulan-bulan perjalanan itu berlalu dengan berbagai ikhtiar dan do'a. Akhirnya dana itu terkumpul sudah.

Dalam kondisi rawat jalan setelah opname, Metamorfosa masih dalam proses pengeditan untuk persiapan pengirimannya. Dengan basmalah, akhirnya naskah itu pun melayang ke Jogja bersama asa dan do'a.

"Ya ALLAH, semoga ia adalah buku yang Engkau ridhai, bermanfaat bagi mereka yang membacanya, dan menjadi amalan jariyah bagi kami..."

Proses penerbitan berlangsung selama 45 hari, begitu isi kontrak kerja samanya dengan penerbit. Dengan mengagetkan, tiba-tiba saja sudah siap proofing cover lebih awal dari waktunya. Kover yang telah didesain sendiri pun nampak lebih menarik setelah disentuh tangan penerbit. Setelah kover fix,  penerbit menyampaikan launching bukunya pekan depan. Namun lagi-lagi membuat kejutan karena Metamorfosa sudah siap launching sehari berikutnya. Aku suka LeutikaPrio. ^^

Jujur... hatiku berdebar. Bukan karena Metamorfosa akan segera launching, namun sebab dengan izin ALLAH ia akan dibaca banyak orang. Semoga benar-benar bermanfaat ya ALLAH..., bisikku pada RABB Yang Maha Mendengar.

Kembali terbayang empat tahun sepuluh bulan silam, ketika aku harus mendatangi dan menelepon akhwat yang kukenal. Sekian akhwat ingin berbagi kisah, sebagian lainnya tersenyum dan menolak dengan halus.

"Kisahku tidak menarik, Ukhtiy," kilah mereka.

"Malu, ah, Ukht," jawab sebagian yang lain.

Penolakan-penolakan ini berlangsung selama empat tahun.
Namun sebagian kecil mau meluangkan waktu. Bahagia, karena mereka mempercayakan kisah mereka kugoreskan kembali pada lembaran-lembara buku yang mungkin sudah Anda baca atau sudah Anda hadiahkan kepada orang-orang terkasih.

Teringat mendatangi mereka satu per satu. Menuliskan kisah mereka sementara mulut mereka berkomat-kamit dengan cepatnya. Setiap momen kalimat kuabadikan di atas kertas. Karena sudah lama berteman karib dengan kata, aku tak hendak melewatkan satu pun kata yang mereka sampaikan. Tak jarang mataku lembab dalam kekhusyu'an mendengar dan menuliskannya.

Untuk mereka yang tak sempat bertatap denganku, dituliskannya sendiri uraian kehidupan hijrahnya dari kejahiliyaan kepada kemerdekaan yang sesungguhnya_sebagai Muslimah. Bahkan ada yang berkisah lewat pesan singkat (SMS) yang banyak.

Bagiku, menulis kisah nyata memiliki seni tersendiri, apa lagi mengurai kembali kisah yang tidak kita alami secara langsung. Kisah nyata tidaklah seperti tulisan fiksi yang menerbangkan imajinasi secara liar, ia tidak seperti puisi yang mengalir saja bersama rasa. Kisah nyata itu kuat dan ketat, butuh energi ekstra untuk menuliskannya. Karena sebagai penulis Muslim tidak mungkin kutambahkan kebohongan untuk menjadikan kisah nyata menjadi dramastis, ini menjadi bagian yang sulit. Tidak seperti novel fiksi, menghiperbolakan sesuatu tidak ada aturannya.

Menulis dengan pelan dan super teliti adalah risiko menuliskan kisah orang lain. Namun mengalungkannya dengan indah seperti puisi adalah tantangan tersendiri bagiku. Meski entah benarkah mengalun dengan indah, itu tergantung pendapat pembaca.

Tak menyangka menuliskan kembali kisah mereka membuatku tersedu dalam kesendirian. Meski telah mengedit beberapa kali, me-review beberapa kali yang tidak bisa lagi dihitung dengan jari (bayangkan saja penyusunannya hampir lima tahun), air mataku masih saja terjatuh. Bahkan ketika ia telah berbentuk buku, kisah mereka masih menyisakan haru yang membuat mataku berkaca. Kisah mereka menjadi salah satu inspirator terbaikku untuk melompati berbagai ujian kehidupan lima tahun terakhir ini.

Ternyata bukan hal yang mudah memublikasikan dan menjual buku sendiri. Aku yang dulunya malas ber-ATM, harus membuat ATM card demi kelancaran penjualan. Belajar promosi dengan cara ahsan, belajar untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran dari pembelian, harus bersiap berkorban dana untuk pemesanan, sedih banyak sekali sahabat yang menagih untuk gratis tapi saat ini belum mampu untuk itu. Wah! Ini memang tidak mudah, tapi fatawakkal 'alaLLAH.... Semua keribetan ini sebenarnya menyenangkan...

Menyenangkan ketika satu per satu datang atau menelepon dengan antusias memesan, ada yang berusaha menabung uang jajannya untuk memilikinya, menyenangkan mereka jatuh cinta pada kovernya_semoga juga isinya. Menyenangkan melihat mata akhwat berkaca ketika membacanya.

Ada rasa haru yang menyelinap diam-diam ketika dengan semangatnya mama ikut promosi ke taman-teman majelis ta'limnya dan juga kepada keluarga. Bapak menjadi laki-laki yang siap mengantarku membawa pesanan. Namun jauh dari itu, aku terharu karena untuk pertama kalinya bapak duduk lama membaca buku, dan buku itu adalah Metamorfosa. 
Haru mendengar mama menceritakan kembali kisah yang ada di dalamnya dan bapak berseru, " Oh, saya belum baca sampai di situ!"
Haru melihat adikku Rima dan Niki berkata, "Sebentar lagi ya, Ma. Beberapa kisah lagi."

Atau momen lucu yang mangharukan...

"Kok nama mama tidak ada?" mama manyun.

"Itu, untuk ummi."

"Tapi, kan bukan nama," protes mama lagi.

"Nantilah di buku kedua," kataku tersenyum, berbisik dalam hati, semoga...

Tak lama, si Rima juga protes karena namanya juga tidak ada. Jadi bingung.

"Janganlah terlalu mau terkenal," kata bapak bijak, selalu begitu.

Jika Anda penulis pemula sepertiku, aku yakin Anda tahu betul haru seperti apa itu.

Sebelumnya, mama dan bapak tidak pernah tahu aku mengirimkan naskah dengan indie. Sempat mereka kaget kudapatkan uang dari mana untuk menerbitkannya. Dua pekan berlalu sejak pengiriman naskah, barulah mama tahu...

"Benar kamu penulisnya ini, Nak?" dengan tersenyum, mama menyodorkan hapenya yang di dalamnya terdapat statusku di efbi tentang launching Metamorfosa. Mengalirlah ceritaku dan tak bosannya mama memasang telinga. Setelah itu, mulailah kisah ini mengalir lewat lisan mama ke telinga bapak, lalu menyebrang ke tetangga, dan seterusnya...

Sambil menyusun skripsi, penantian launching Metamorfosa telah menyegarkan pikiranku. Meski ternyata kembali terbaring selama tiga pekan karena perdarahan di lambung dan hipotensi. Wisuda pun tinggalah menjadi cerita untukku tahun ini, apalagi dengan menyebrangnya pembimbing skripsi ke pulau yang lain. Namun Metamorfosa menghidupkan semangatku, meski harus berpromosi lewat efbi, sms, dan lainnya dalam keadaan terbaring.
Penantian terbitnya Metamorfosa ternyata lebih mendebarkan dibanding melihat bukunya telah di depan mata. Cukup menggelitik ketika orang pertama yang memindahkan Metamorfosa ke tasnya meminta tanda tanganku. Sempat lupa caranya tanda tangan, salah tingkah. Apa lagi yang memintanya adalah sahabat sendiri yang telah membaca seluruh tulisan-tulisanku sepuluh tahun terakhir, yang menyaksikan dan mengantarkan pengiriman naskah ke koran lewat kantor pos, dan momen berkesan lainnya. Kikuk tapi dengan canda yang renyah dalam kondisi ini.

Akhir dari tulisan ini...
Penulis bukan penjual...
Namun penulis adalah seseorang yang membuka wilayah seluas-luasnya agar tulisannya dapat dibaca oleh setiap mata... semoga jadi amal jariyah yang berbuah Jannah...

"MARI BERMETAMORFOSA"

Khanza Asy-Syifaa', 01 Desember 2014 M















0 komentar: