NIN-CHAN, BEGITULAH SEBUTANNYA

13 Okt 2011



Sabtu, 30 Juli 2011
Suatu waktu di suatu hari, aku pertama kali memakai baju putih abu-abu, yah, itu kejadian empat tahun yang lalu, tahun 2007. Agak canggung memang, setelah memakai putih biru, kini rok berganti menjadi abu-abu. Di hari itu pulalah aku mengenal banyak kawan-kawan baru. Meski ada juga teman sekelas di SMP dulu sekelas denganku di kelas X.6.
Mungkin aku tidak punya target untuk menempati kelas yang luar biasa, bahkan kali ini aku berada di kelas yang jauh, seperti tadi kubilang, kelas X.6. Jikalau ini kelas yang terlampau biasa, maka…, teman-teman kelaskulah yang luar biasa.
Yah, kali ini aku hanya ingin menceritakan seorang saja dari mereka. Nama aslinya, tak ingin kusebutkan, tapi biasa kupanggil dia Andi Nin-chan atau cukup Nin-chan saja. Nama yang unik yang terus melekat padanya ketika aku memanggilnya. Ia tidak pernah merasa terganggu dengan panggilan itu. Sejarah panggilan namanya pun sangat istimewa….
Suatu hari, ketika aku masih menulis novelku (Sakura Musim Semi), aku tertarik dengan panggilan Toto-chan, sebuah judul buku yang menceritakan seorang anak mungil yang sering dipanggil dengan sebutan itu, Toto-chan. Mulailah aku melekatkan chan kepada nama-nama teman-temanku. Ikka-chan, Jesi-chan, Eka-chan, dan banyak lagi teman-teman yang menjadi korban chan-ku ini. Dan yang melekat hingga hari ini hanya pada Nin-chan saja….
Tak ingin panjang bercerita tentang hal itu…, jika kuteruskan, maka tidak tahu berapa lembar yang harus kuhabiskan.
Nin-chan, seorang siswi kelahiran 1994, lebih muda dua tahun dariku. Ia masuk SD saat umurnya 4 tahun, wah? Hebat bukan? Ia sangat cerdas menurutku, enerjik, dan sebagainya, dan sebagainya. Bahkan, mungkin ia lebih dewasa dariku….
Di kelas XI, aku pindah ke kelas XI IPA 1, begitu juga Nin-chan. Kami sama-sama senang dengan ilmu alam. Dan suatu hari di dalam kelas ia menghampiri bangkuku, berdiri di depanku, dan mengatakan sesuatu yang tidak pernah bisa kulupa kecuali mencabut nikmat ingatan itu dariku.
“Syifaa’ (saat itu ia menyebut nama asliku, bukan nama hijrah ini), mau ikut tarbiyah tidak?”
“Tarbiyah? Apa itu?”
“Belajar Islam….”
Yah, itu memang cita-citaku dari dulu, belajar Islam secara intensif, sayang belum tahu ke mana aku harus belajar. Tapi ada satu hal yang wajib aku ketahui.
“Kalau tarbiyah, tidak bercampur dengan laki-laki, kan?”
“Tidak!!!”
Yee,,, setuju!!!
Nah, lewat ajakan itulah aku pun bisa seperti hari ini, tidak pernah bosan membaca al-Quran, itu salah satunya.
Aku dan Nin-chan pun tarbiyah tiap pekan. Tapi, karena sebuah hambatan, Nin-chan harus vakum dari tarbiyah. Meski begitu, aku tetap tarbiyah dan tidak lupa terus mengajak Nin-chan. Yah, memang agak susah, karena rumahnya sangat jauh dari tempat tarbiyah. Lainnya lagi, sempat dilarang sama orang tua. Tapi, itu tidak mengendurkan semangat Nin-chan untuk sekali-kali menghadiri majelis ilmu ini.
Hari terus berlalu…, tak terasa kami telah lulus SMA (hhh, masa-masa SMA, seakan baru kemarin sore, waktu betul-betul tak terasa berlalu). Kami berhijrah ke Makassar untuk melanjutkan studi. Nin-chan kuliah di sebuah universitas negeri, di jurusan Biologi, namun tidak terakreditasi. Itu membuatnya agak terganggu dan bersemangat untuk mendaftar lagi tahun depan sebagai mahasiswi baru.
Hari terus berganti. Sementara tarbiyahku berlanjut, terpaksa Nin-chan mengulang tarbiyahnya dan ikut daurah kembali. Tapi, karena suatu sebab, setelah daurah itu, Nin-chan tidak tarbiyah. Komunikasi lewat telepon maupun sms dengan Nin-chan putus sama sekali. Kecuali lewat facebook, sesekali Nin-chan membalas komentarku yang kuselipkan di dindingnya.
Beberapa bulan yang lalu aku berkunjung ke rumah murobbiyahku di kampung dan darinya pulalah aku mendapatkan informasi, bahwa Nin-chan pernah dioperasi. Aku kaget tidak terkira. Menghujam tepat di dadaku. Sedih, teramat sedih, itulah yang kurasakan. Mungkin itulah ukhuwah, ketika saudari sakit, maka saudari yang lain pun akan merasa sakit.
Seketika terbayang perjuangan Nin-chan mengahadapi tumor di tenggorokannya. Rasa sakit yang tak terperi. Hhh, Nin-chan, mengapa tak pernah cerita???
Dari cerita murobbiyahku, katanya Nin-chan tidak mau membuat pikiran berat buat saudari-saudarinya yang sedang sibuk memulai perkuliahan. Tapi, sungguh, aku tidak akan merasa terbebani. Hhh, Nin-chan sayang….
Kusematkan sebuah komentar di fb-nya. Tak ada balasan. Mugkin Nin-chan masih sulit menceritaka itu semua.
Beberapa waktu lalu, kusematkan komentar, sekedar menyapa dan menanyakan kabarnya yang sungguh sangat kukhawatirkan, tak lupa meminta nomor teleponnya.
Ia menjawab dan menyematkan sebuah nomor telepon….
Kukirim sms lewat nomor telepon itu, bertanya kabar lagi. Bayangkan betapa aku merindukannya. Saudari yang dulu sering di rumah dan menghadiahi kakekku buah hanya karena ia singgah istirahat habis dari bimbingan belajar. Saudari yang dulu pertama kali mengajakku bertarbiyah….
Hari ini, ba’da Ashar, handphone-ku berdering. Kulihat nama Nin-chan terpampang di layar. Langsung kuangkat.
“Assalamu’alaykum!”
“Wa’alaykum salaam warohmatullahi wabarokatuh!!!” begitu jawab Nin-chan.
Senyumku pun merekah, kian merekah, bahkan sampai pipiku sakit dan aku tidak peduli.
“Kaifa haaaalukiiii?” tanyaku dengan nada kian riang.
“Alhamdulillah…,” kemudian ia balas menanyakan kabarku dan kujawab dengan jawaban yang sama.
Aku mengobrol sampai lupa aku adalah panitia di sebuah musyawarah, aku mengobrol sampai lupa di sekelilingku ada akhwat-akhwat yang sedang sibuk. Biarlah, sekali ini kok…. Lagi pula, semua akhwat sangat pengertian…, indahnya ukhuwah ini….
Kutanyakan kuliahnya. Ia ternyata telah menjadi seorang mahasiswi baru di sebuah universitas negeri dengan jurusan yang diimpi-impikannya, Biologi Bilingual, itulah namanya. Kemarin ia baru saja menjalani pembukaan penyambutan mahasiswa baru. Kami mengobrol terus tanpa peduli dengan waktu.
Banyak sekali ungkapan, “Masya ﷲ”, “aku sangat rindu”, dan hal-hal seperti itu. Seakan dua sejoli baru saja saling mendengar suara.
“Syifaa’, sudah 1 tahun aku tidak dengar suara kamu. Kangen sekali….”
“Iya, aku juga…, kangen…..”
Setelah menceritakan diri masing-masing, ia mulai serius, sangat serius.
“Syifaa’, aku sudah tidak tarbiyah…,” katanya terdengar sangat menyesal, “Sebenarnya aku bingung harus bagaimana. Kemarin aku pernah baca suatu buletin. Awalnya sangat nyaman kubaca, tapi tiba-tiba ada kata-kata yang mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan itu aurat. Jadi aku sangat bingung…, bingung harus bagaimana.”
Aku tahu, cadar adalah hal yang sangat sensitif bagi kebanyakan orang. Kujelaskan pada Nin-chan….
“Sebenarnya memang ada dua pendapat ulama. Masing-masing memiliki dalil yang kuat. Tinggal kita memilih yang mana (memilipun tidak boleh karena mengikuti hawa nafsu untuk menggampang-gampangkan ataupun menyulit-nyulitkan). Pendapat yang satu mengatakan bahwa cadar itu sunnah, sedangkan ulama yang lain mengatakan bahwa cadar itu wajib. Sebenarnya tergantung kita dalam mengikuti yang mana. Intinya, cadar itu benar-benar datang dari Islam.”
Yah, itu sebagian yang kujelaskan padanya.
“Aku sempat bertanya kepada guru agama di kampusku, bahkan sempat ikut tarbiyah di suatu organisasi yang mengatakan bahwa jilbab itu gamis dan kerudung.”
“Kalau masalah itu, coba kamu buka lagi dalam surah an-Nur ayat 31, kemudian surah al-Ahzab ayat 59. Di sana terlihat jelas. Yang turun terlebih dahulu itu surah an-Nur ayat 31 baru kemudian surah al-Ahzab ayat 59. Jadi, surah al-Ahzab ayat 59 itu menjelaskan atau melengkapi surah an-Nur ayat 31. Kadang-kadang memang ada orang yang mengerti sesuatu dari sudut pandang bahasa saja tanpa mengerti pengertian secara istilahnya.”
“Oh, iya, aku sudah ketemu akhwat di sini, namanya Kak Maryam. Apalagi di sini dituntut untuk ikut organisasi. Dan aku sudah mau ikut tarbiyah lagi”
“Oh, masya ….”
Berlanjut kami bercanda, melepas rindu, menumpahkan semua rasa kangen yang tak terungkap semenjak setahun terakhir….
Nin-chan, saudariku, ingin kulakukan suatu sunnah Rasulullah ﻢﻟﺴ ﻮ ﻪﻴﻠﻋﷲﻰﻟﺼ ….
Mengungkapkan rasa cinta pada saudari seagama…
Nin-chan, aku mencintaimu karena …..
WaLLAHU a’lam...

3 komentar:

winda wuLandari taufik mengatakan...

masya Allah, kangen nin-chan :D
ayo akhwat, reaLisasikan rencana kumpuL2 yang teLah tertunda berkaLi2 ini..

Khanza Asy-Syifaa' mengatakan...

mau sangat...
tapi macam mana?

Anonim mengatakan...

Terima kasih untuk blog yang menarik