PERJUANGANKU MEMPERTAHANKAN TARBIYAH DAN DA’WAHKU (YAKINLAH, REZEKI ITU DARI ALLAH...)

16 Jun 2011

Ahad, 12 Juni 2011


Dari kecil, aku telah belajar mengatur keuanganku. Sampai hari ini, masih seperti itu. Kuprioritaskan kebutuhan yang lebih penting. Aku bukan tipe orang yang suka jajan, ngemil, dan sebagainya, dan sebagainya, dan sebagainya. Yah, maklumlah, aku tidak terlahir dari orang tua yang kaya raya. Dari kecil telah diajarkan untuk tidak suka meminta uang kepada orang tua. Begitulah adanya.

Kadang kala aku kehabisan uang dan harus putar otak, bagaimana lagi caranya bisa memenuhi kebutuhan sedangkan aku sangat malu minta kepada orang tua. Padahal
kalau minta sebenarnya orang tua juga tidak pernah keberatan. Tapi, rasanya malu yah kalau suka minta-minta? Udah dikasih makan, tempat tinggal, disekolahkan, dan juga kasih sayang yang sangat besar, masa’ masih minta ini-itu lagi?

Aku ingat pernah jualan abu gosok keliling kompleks bersama seorang teman waktu SD, yang laku cuma satu sih, tapi masya ALLAH, itu pengalaman yang sangat berharga.

Pernah juga aku menjual kerupuk di sekolah waktu SD atas inisiatif sendiri. Karena memang aku malu minta sama orang tua.

Hobiku menggambar pun membuatku bisa mendapatkan uang waktu SD. Aku mengambar di kertas, kuwarnai, lalu kujual sama teman-teman. Wah, dasar otak pedagang (gak apa-apa dong, toh RasuluLLAH Shallallahu 'Alayhi wa Sallam juga seorang pedagang).

Di SMA juga pernah dapat uang dari puisi yang kukirim ke koran. Yah, tulisanku diterbitkan di media cetak hanya sekali itu.

SMP dan SMA aku suka membeli segala kebutuhan pribadiku sendiri, seperti sepatu, jaket, dan sebagainya, dan sebagainya, dan sebagainya. Yang dipenuhi orang tua tentu hanya makan, pakaian, dan sekolahku. Itu saja. Uang dari mana? Aku suka menabung dan aku jarang jajan jika diberi uang jajan oleh orang tua, kakek, atau paman-pamanku.

Apa lagi jilbab yang harganya lumayan mahal bagiku. Jilbab kaos harganya minimal Rp. 45.000, jilbab dengan kain bagus dan tebal minimal Rp. 60.000 bahkan ada yang Rp. 75.000 atau lebih, itu pun sebenarnya diskon karena yang jahit akhwat kenalanku. Kubeli sendiri dan tidak akan kuminta orang tua membelikannya untukku. Sebenarnya ada nikmat sendiri. Meski seorang akhwat hanya punya satu jilbab yang syar’I, itu tidak akan sebanding dengan puluhan kerudung yang hanya dipakai untuk memenuhi mode.

Sekarang..., kuliah, aku telah tarbiyah selama beberapa tahun. Tempat tarbiyahku jauh, harus mengeluarkan ongkos minimal Rp. 10.000 tiap pekannya. Apa lagi jika ada musyawarah pengurus di kampus. Terus pertemuan ini dan itu. Wah, ini hal yang berat tentunya bagiku, seorang mahasiswi yang tidak punya kerjaan, rumahnya sangat jauh dari mana-mana, tapi sangat ingin menghadiri semua kajian?

Tapi, aku punya satu tekad, “AKU TIDAK MAU MEMAKAI UANG ORANG TUA UNTUK URUSAN AGAMA DAN DA’WAHKU” itulah prinsip yang aku pegang.

Mulailah aku mengeluarkan banyak ide untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini. Pertama, aku sempat menjual kue di kampus, tidak perlu malu, ini demi kelangsungan da’wahku kok..., tapi terasa agak berat karena memang berat! Tas berisi buku-buku, notebook, dan segala macam embel-embelnya membuatku tidak sanggup membawa kotak kue sekalian. Akhirnya, aku berhenti menjual kue.

Kedua, aku membuat stiker dan gantungan hape, lumayan. Tapi mandeg, jadi kuganti lagi dengan yang lain.

Ketiga, aku menjual jilbab, alhamduliLLAH, lumayan juga meski aku hanya mengambil sedikit untung saja dari penjualan jilbab karena yang beli teman-temanku mahasiswi. Aku mengerti keadaan mereka yang jauh dari orang tua mereka. Sekarang masih menjual jilbab.

Keempat, aku menerima ketikan dan print, alhamduliLLAH dari kerjaan yang melelahkan ini aku bisa mendapat uang lebih. Bisa kutabung dan sebagai ongkos untuk tarbiyah dan mempertahankan da’wah serta tidak minta uang kepada orang tua kecuali hanya ongkos angkot ke kampus saja, itu saja, ongkos angkot ke kampus, titik.

Tahukah? Ini mungkin kedengarannya sangat mudah. Aku sering sekali kehabisan uang. Tapi, aku tidak mau mengeluh pada orang tua, apa lagi minta uang untuk pergi tarbiyah? NO! Aku mengeluh kepada PEMILIK LANGIT dan BUMI. Aku mengeluh kepada PEMILIK KEKAYAAN yang tidak ada yang menandingi kekayaan-NYA. Aku mengeluh kepada YANG MENCIPTAKANKU. RABB-ku yang telah menjaminkan rezeki bagiku.

“Ya, ALLAH, hamba kehabisan uang lagi. Apa yang hamba pakai untuk pergi tarbiyah? Hamba ingin sekali tarbiyah...”

Begitulah mungkin potongan do’a yang selalu kulantunkan di mana saja aku berada. Dan secara tak kuduga, ALLAH Subhanahu wa Ta'ala selalu mengejutkanku dengan rezeki yang datang tiba-tiba sehingga aku selalu pergi tarbiyah dan tidak pernah bolos hanya karena kekurangan ongkos.

Ada juga yang kulakukan selain berdo’a, yaitu ikhtiar dengan bersedekah di kala kesempitan sedang menghadang. Sedekahnya kebanyakan sama saudari kandung dan orang tua, karena kutahu itu lebih utama, tapi tak lupa juga bersedekah kepada saudari-saudari terncinta dengan yakin akan ada ganti yang lebih baik dari ALLAH. Jika tidak sanggup sedekah dengan uang maka berusaha bersedekah dengan senyuman dan tenaga.

Dan satu hal yang tidak mau kulakukan, yaitu mengingat-ingat dan menghitung-hitung sedekah yang kuberi kepada orang lain lalu berharap pamrih kepada orang itu. Aku selalu berharap kepada ALLAH PEMILIK KEKAYAAN MAHA BESAR, aku yakin DIA akan menolongku di saat-saat susahku. Karena kuyakin, ALLAH selalu beri yang terbaik kepada makhluk-NYA. Tak pernah lalai dan tidur. Tak pernah lupa dan benci. Karena ALLAH MAHA PENGASIH MAHA PENYAYANG...

Semoga bermanfaat Teman, waLLAHU a’lam...

0 komentar: