Jawaban yang dengan Izin ALLAH Tidak Akan Pernah Kulupakan

20 Agu 2013

22 Ramadhan 1434 H

Kemarin, 21 Ramadhan 1434 H, aku sedang membantu ummiy membuat kue kering sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Harusnya memang kumanfaatkan momen berharga ini, 10 hari terakhir di bulan Ramadhan, bulan yang mulia, bulan yang telah dinanti-nantikan dan ternyata kita telah berada di dalamnya, untuk memperbanyak amalan ibadah.
Namun aku punya alasan tersendiri untuk membantu ummiy membuat kue lebaran. Di antara kami ada abiy yang juga lagi duduk-duduk.

Di antara kesibukan kami membuat kue, datanglah tetangga kami yang beragama Nashrani. Ia masuk ke dapur sebagaimana kebiasaan di kompleksku. Ia seorang penjahit sebagaimana profesi abiy. Ia datang untuk minta diajari menjahit sesuatu. Sembari abiy mengajarinya cara mengukur, menggaris, dst., ummiy mulai membuka bicara sebagaimana kebiasaan beliau.

Hal yang kutekankan di sini, ummiy dan abiy adalah orang yang masih agak awam terhadap Islam. Namun sedikit demi sedikit kulihat pancaran cahaya Islam itu semakin mendekat. WaLLAHU musta'an.

"Nanti malam... saya mau pergi sama teman-teman memenuhi undangan," kata ummiy. Spontan keningku berkerut. Kutahu ummiy menyadari hal itu.

"Sama bapak saja yah...?" kataku.

"Mana mau bapakmu ikut...?" kata ummiy.

"Sama bapak saja!!!" tekanku namun dengan nada yang manja.

"Teman mama banyak, mereka perempuan," kata ummiy meyakinkanku.

"Ck... pokoknya diantar sama bapak saja yah... yah...?" kataku, keningku tambah berkerut.

"Pak yah... yah...? Antar mama yah...?" tambahku memohon pada abiy.

"Kenapa harus diantar sama bapak?" kata tetanggaku yang Nashrani heran.

Belum sempat aku menjawab pertanyaan itu, abiy langsung menjawab dengan jawaban yang dengan izin ALLAH tidak akan pernah kulupakan...

"Nah, itulah anak kami. Yang lebih cemburu mamanya keluar malam malah dia...," kata abiy dengan mimik menyejukkan.

Aku tersenyum malu-malu...

0 komentar: