AKU CINTA KAMU MAMA, BAGIAN III

10 Nov 2011

Senin, 20 Juni 2011
Mama adalah orang yang sangat tegar dan selalu melindungi anak-anaknya. Kali ini aku hanya ingin menceritakan masa di mana aku kuliah. Karena bingung harus cerita apa tentang SMP dan SMA-ku, aku tidak bersama beliau di masa-masa itu.

Setelah aku sampai di rumah dengan jilbab panjangku, mama agak meledek. Mungkin agak kaget melihat jilbabku yang panjang. Maka aku pun tersenyum.

Pernah suatu hari…
Di pernikahan tanteku, sepupu mama, mama membuatkan gamis kuning yang manis ditambah dengan menyediakan sebuah kerudung menutupi dada. Tapi…, kukatakan bahwa kerudung itu panjangnya seperti khimarku, tidak bisa kupakai di luar. Meski begitu aku sudah menyiapkan jilbab yang cocok dengan gamis yang dibuat mama. Maka hari itu aku tetap memakai jilbab Syar’iku tanpa membuat mama terlalu kecewa.

Aku senang, karena mama sudah mengerti bahwa aku tidak akan mau tampil di depan laki-laki nonmahramku dengan pakaian seadanya. Harus berjilbab syar’i.

Suatu hari…
Aku sedang cuci piring di dekat pintu belakang dengan hanya memakai pakaian sehari-hariku di rumah, baju lengan panjang, rok panjang, dan khimar. Wah, tiba-tiba ada suami tetanggaku datang. Aku kaget bukan main karena laki-laki itu akan masuk ke rumah. Aku spontan ke belakang pintu rumah yang gelap. Lama sekali berdiri di situ dan tidak ada yang menyadari bahwa aku ‘hilang’.

Akhirnya mama menyadari aku tidak ada di ruangan itu, mereka mencariku dengan memanggil namaku. Aku diam tidak berkata-kata, sampai mama memergokiku ada di belakang pintu.

“Apa yang kamu lakukan di situ?” tanya mama heran lalu menyadari bahwa ada laki-laki ajnabi di rumah. Mama pun bergegas mengambilkan jilbabku sehingga aku bisa keluar dari kepengapan di belakang pintu.

Suatu hari…
Sepulang dari pesantren kilat tiga hari, aku tiba-tiba demam tinggi dan seluruh badanku lemas. Mama memberiku obat penurun panas. Tapi, aku tidak juga sembuh-sembuh.
Aku pun pergi ke dokter dan menerima resep obat. Besoknya aku segar sekali yang setelah itu akhirnya kutahu kesegaran perasaan itu adalah puncak dari penyakitku. Besoknya aku drop kembali. Kembali terbaring di kasur. Mama saat itu kelihatan sangat sedih dan risau. Karena saat itu aku sangat lemas dan tenggorokanku tidak mau menerima apa pun. Padahal pekan depannya aku harus masuk kuliah hari pertama.

Akhirnya aku ke dokter kembali. Aku divonis demam berdarah. Aku harus periksa darah dan disuntik (pertama kali disuntik kembali sejak SD dulu). Wah, takut sekali. Jujur, aku memang sangat takut disuntik, sampai-sampai waktu SD kelas tiga dulu aku kabur ketika ada petugas imunisasi datang ke sekolah, hehehe…

Setelah darahku diambil beberapa mili, aku lemas, hampir saja aku pingsan. Sampai di rumah aku semakin lemas tidak dapat berbuat apa-apa. Aku bangun dari tempat tidur hanya untuk shalat (kadang shalat sambil duduk) dan buang air.

Tiap malam aku sering mengigau. Mama selalu menemaniku tidur dan menyelimutiku. Aku betul-betul tidak berdaya waktu itu. Tiap hari harus minum seliter air ditambah dengan jus jambu biji. Ah, setengah bulan berbaring di tempat tidur. Bahkan aku tidak masuk kuliah perdanaku.

Ketika kondisiku membaik. Wajah mama pun berubah ceria. Meski dengan tubuh yang masih lemas, aku berusaha pergi kuliah. Kulihat waktu itu mama kurang setuju dengan keputusanku untuk pergi kuliah dengan kondisi yang belum stabil. Tapi, menyangkut sekolah, aku selalu keras kepala. Aku tidak boleh ketinggalan, begitu pikirku.

Dan begitu seterusnya…
Ketika aku sakit atau saudara-saudaraku yang lain sakit, maka mama akan sangat khawatir. Makanya, kadang ketika aku sakit, aku tidak memberitahu siapa pun. Hehehe…, ketika parah, baru kelihatan sakitnya…. Mama pun akan mengomel karena aku selalu menyembunyikan sakitku….

Mama adalah pejuang yang paling hebat yang pernah kutemui. Mama adalah si penyabar. Mamaku setegar batu karang. Mamaku dapat memecahkan ombak. Mamaku kaway....

Semoga bermanfaat, waLLAHU a’lam...
Lanjutan dari bagian I dan bagian ii

0 komentar: