BAGIAN III, TIDAK LULUS UN (UJIAN NASIONAL) BUKAN AKHIR SEGALANYA TEMAN, (kisah seorang akhwat)

18 Mei 2011

Selasa, 17 April 2011
Tidak lulus, memang kata yang sangat menyakitkan bagi siswa dan siswi yang telah melewatkan tiga tahunnya untuk sekolah, lalu tiba-tiba dengan beberapa hari melewati ujian nasional, ia pun harus menanggung satu hal untuk bertahun-tahun jerih-payahnya bersekolah.


Ini tidak terjadi padamu saja, tapi ribuan teman kita juga telah mengalaminya, dari zaman ayah-ayah kita dahulu sampai sekarang. Memang adalah hal yang pahit dan menyakitkan ketika kita tidak bisa bersama-sama teman kita lagi. Apalagi kita sudah menyandang kata tidak lulus, tidak seperti teman-teman kita yang telah lulus.

Menangis tentu saja boleh. Menangislah sepuas-puasmu (tapi jangan sampai merusak sesuatu atau mencela orang lain). Karena dengan menangis, jiwamu akan lega. Tapi, menangis dengan cara seperti apa? Menangislah dan mengadulah kepada ALLAH Subhanahu wa Ta'ala, jangan sekali-kali menyalahkan ALLAH Subhanahu wa Ta'ala atas apa yang kamu dapatkan hari ini. Karena, segala sesuatu itu pasti ada hikmahnya dan pasti yang terbaik buat kamu.

Baiklah, hari ini kamu menanggung beban yang paling berat. Kamu mungkin berkata bahwa inilah beban yang paling berat selama kamu hidup. Kamu mungkin berkata bahwa kamu tidak pernah malu seperti ini. Kamu tidak pernah merasa sesedih ini. Tapi, yakinlah, itulah pencapaian yang kamu dapatkan

Apa kamu merasa sendiri?
Merasa kamu saja yang mengalami hal ini? Kalau begitu ayo kita menyimak sebuah kisah, semoga bisa menjadi penyemangat buat kamu yah? Sebelumnya ingin kuberi tahu padamu, bahwa beliau adalah seorang akhwat berjilbab bundar dan panjang, menutup auratnya demi ketaatannya kepada ALLAH Subhanahu wa Ta'ala. Beliau tidak pernah meninggalkan shalat lima waktunya, dan sangat senang shalat tahuajjud. Beliau bukan siswi SMA yang bodoh, bahkan beliau tidak pernah meninggalkan peringkat sepuluh besar sewaktu SMA. Beliau pernah juga mendapat peringkat pertama sewaktu SMA. Beliau pernah menjadi utusan SMP-nya mengikuti olimpiade sains Fisika tingkat kabupaten lalu berlanjut ke tingkat provinsi. Sekali lagi menjadi utusan sekolahnya tingkat kabupaten dalam olimpiade sains Astronomi. Beliau pun memiliki banyak piagam-piagam hasil prestasinya. Satu hal, sejak SMA beliau tidak pernah menyontek saat ulangan. Menurutnya hasil menyontek adalah momok yang paling besar dan tidak patut untuk dibanggakan.

Dikisahkan oleh seorang akhwat yang tahun lalu (2010) tidak lulus ujian nasional:

YANG TERBAIK MENURUT ALLAH

Aku baru selesai shalat subuh waktu itu, tanggal 26 April 2010. Perasaan berkecamuk kucoba menenangkannya dengan dzikir. Biasanya aku menyambung bacaan surahku yang terputus di hari kemarinnya. Tapi subuh itu, aku tiba-tiba ingin membaca surah al-Waqiah juga terjemahannya. Seragam putih abu-abu dan jilbab telah kutata rapi untuk menghadiri pengumuman kelulusan. Belum selesai aku membaca surah al-Waqiah, ada suara motor yang singgah di depan rumah disusul suara seorang laki-laki mengucapkan salam. Aku membuka pintu dengan mukenah yang dari tadi masih terpasang, di luar masih begitu gelap, aku tidak mengenali siapa gerangan di depan pagar rumahku. Aku menghampirinya tetapi tentu saja tetap mengambil jarak. Setelah kulihat jelas, ternyata dia adalah wali kelasku. Tubuhku merinding dan mulai dingin. Jantungku berdebar cepat. Aku tahu, ada kabar buruk yang datang berkunjung. Tidak lulus, “tentu saja”. Tapi masih ada secercah harapan pada ALLAH Subhanahu wa Ta'ala. Kuharap prasangkaku salah. Saat kakekku yang menjadi waliku selama ini keluar baru aku membuka pintu pagar. Mungkin karena galau aku langsung bertanya pada wali kelasku itu dengan nada sangat kecewa, “Kenapa Bapak datang?”

Kakekku mempersilahkan beliau masuk sedang aku berjalan dibelakang mereka. Aku duduk di samping kakekku sedang wali kelasku duduk di kursi yang berhadapan dengan kakekku. Wajahnya terlihat begitu menyesal harus datang ke rumahku. Lalu beliau dengan sangat hati-hati berkata, “Kamu yang sabar ya, Nak!”

Aku tidak dapat berkata-kata lagi. Aku hanya bisa menunduk tak sanggup menahan beban. Aku tahu apa yang akan beliau katakan. Lalu beliau melanjutkan lagi, “Kamu tidak lulus,” katanya berhenti sejenak lalu menyambungnya dengan pasti, “Tenang, ada ujian ulang, jangan patah semangat.”

Mendengarnya, air mataku mulai berderai. Aku tidak bisa menahannya lagi. Aku masih menunduk dan terdiam sambil menahan-nahan tangisku yang terasa sudah ingin pecah. Aku terus bertahlil di dalam hati, berusaha mencari secercah kekuatan dari-Nya yang telah menakdirkan semua ini. Kakekku memulai percakapan, “Apa hanya dia yang tidak lulus, Pak?”

“Tidak, ada juga di kelas lain. Tapi, kalau di kelasnya hanya dia saja.”

Aku mulai berbesar hati dan berusaha berbicara. Qadarallah, ini sudah takdir ALLAH Subhanahu wa Ta'ala untukku. “Kenapa saya tidak lulus, Pak?” kataku parau.

“Nilai Fisika kamu tidak mencukupi.”

Fisika? Sudah kuduga. Setelah ujian Fisika dulu, perasaanku memang sudah sangat tidak enak. Dan ternyata benar, Fisika membuatku jatuh. Mata pelajaran yang sangat aku sukai. Aku memang pernah ikut Olimpiade Fisika tingkat provinsi waktu SMP, tapi sejak kelas tiga SMA, aku tidak begitu mencintainya lagi.

Setelah kakekku mengobrol banyak dengan wali kelasku, wali kelasku itu pun pamit dan berpesan agar aku tidak usah ke sekolah untuk mendengar pengumuman kelulusan. Tentu saja.

Aku masuk ke kamar dan mulai menangis. Aku tidak ingin berbicara pada siapa pun. Walau aku merasa sangat sedih, yang akan kutanamkan dalam pikiranku hanya belajar untuk ujian ulang nanti. Aku tidak menyesal dan patah semangat untuk berjuang. Aku telah meminta yang terbaik kepada ALLAH Subhanahu wa Ta'ala dan aku yakin inilah yang terbaik untukku. Aku ingin menghapus air mata ini secepat mungkin. Lagi pula, semua soal yang aku kerjakan di Ujian Nasional adalah hasil dari pemikiranku sendiri, aku kerjakan sendiri tanpa menyontek sedikitpun. Makanya aku masih bisa berbesar hati. Ketidaklulusan ini terasa begitu terhormat dibanding kelulusan yang dihasilkan dari contekan. Aku sangat setuju dengan Ujian Nasional. Tapi yang disayangkan adalah karena banyak sekali siswa yang lulus bukan dengan nilai murni. Makanya Indonesia semakin jatuh. Sebagian pemerintahnya lihai mencuri harta dan siswanya pandai mencuri nilai. Sayang sekali….

Kukatakan ini bukan iri sama sekali, tapi inilah kebenaran telak yang harusnya kita sadari sejak dulu. Apalagi jika kita seorang Muslim, harusnya tahu bagaimana besarnya makna kejujuran itu dalam Islam.

Setelah tahu aku tidak lulus, aku agak murung. Aku sedih. Aku mulai mencari arah dan nasihat agar aku bisa menerima semua ini dengan lebih lapang. Aku ingat sekali bahwa belakangan aku sering sekali menunda-nunda waktu shalatku karena kegiatan sekolah. Dan kemarin aku baru saja mendengar sebuah hadits bahwa barang siapa yang suka menunda-nunda shalat maka Allah akan menunda-nunda urusannya. Mungkin karena itu, ALLAH Subhanahu wa Ta'ala menegurku, Alhamdulillah—setelah itu aku tidak suka menunda-nunda shalat lagi. Aku membuka mushhaf-ku acak. Lalu kutemukan surah al-Baqaroh ayat 155 dan kubaca terus hingga hatiku menjadi tenang.

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Qs. al-Baqarah [2] : 155-157)

Aku tahu, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Qs. ar-Ra’du [13] : 28)

Saat itu aku memang masih kalut. Susah menerima semua ini. Televisi kunyalakan, seorang bapak yang sangat miskin berkata, “Ikhlas itu butuh perjuangan.”

“Kita harus menerima kebenaran yang ada di depan mata, itulah yang harus kita terima, bukan terus melihat ke belakang,” kata seseorang di televisi.

“Hidup ini harus dijalani bagaimana pun perihnya,” begitu pendapat empat orang bersaudara yang kesemuanya buta.

Aku terus memindahkan chanel televisi dan nasihat yang beruntun menyadarkanku. Di dunia ini bukan hanya aku saja yang merasakan kesedihan. Alhamdulillah aku masih bisa makan sebanyak yang aku butuhkan. Aku masih bisa tidur nyenyak di atas kasur. Aku masih bisa melihat warna. Aku masih bisa menulis. Tak perlu aku sedih terus. Aku tahu tidak lulus itu sangat sulit kuterima. Tapi bukankah aku masih bisa melihat, meraba, mendengar, berjalan, makan, tidur, dan tinggal di rumah yang layak? Dan yang paling kusyukuri, aku masih beragama Islam, masih bisa sholat dengan tenang, masih bisa berjilbab dengan syar’i, masih bisa terus merasakan nikmat-nikmat yang sangat banyak dari ALLAH Subhanahu wa Ta'ala. Walau sempat jatuh, tapi dengan tergopoh-gopoh, aku berusaha bangkit dan berjalan kembali.

Nasihat membanjiri handphone-ku. Dari ummi, kakak, dan juga akhwat yang sudah seperti saudari sendiri. Nasihat mereka macam-macam. Ada akhwat yang menasihati bahwa Allah selalu menjawab do’a kita, bukan dengan ‘ya’, tapi dengan yang ‘terbaik’.

Beberapa hari kemudian, aku ke sekolah untuk melihat jadwal ujian ulang. Dengan tersenyum tentunya. Aku belum pernah merasa sebahagia itu sebelumnya. Kesejukan di hatiku betul-betul tidak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Sangat senang karena aku bisa menerima ketidaklulusanku dengan lapang dada. Aku bahagia karena aku ikhlas dengan takdir-NYA, bahkan aku tidak pernah merasa sebahagia itu sebelumnya. Sungguh ALLAH Subhanahu wa Ta'ala memberi kekuatan yang tidak terkira di dadaku saat itu.

Guru-guru di sekolah banyak menasihati. Guru biologiku berkata, “Anda bukan tidak berhasil, ini hanya tertunda, ingat ini hanya tertunda!"

Guru kimiaku lain lagi, “Allah sedang menguji. Mungkin kamu terlihat kuat, sehingga kamu diuji apakah kamu sudah benar-benar kuat atau tidak.”

Guru bahasa Jerman juga menasihati, “Berdo’alah kepada Tuhan. Mintalah apa yang terbaik menurut-Nya, bukan terbaik menurut kamu.” Semua nasihat itu membuatku bertambah kuat.

Setelah dua pekan belajar dengan disiplin, Alhamdulillah aku bisa menjawab soal-soal ujian ulangku dengan baik. Walau masih ada perasaan takut, tapi harapanku besar pada Allah. Sepekan telah berlalu, jika memang kabar buruk yang akan aku terima, aku hanya berharap Allah melapangkan dadaku selapang-lapangnya, mengikhlaskan hembusan napasku seikhlas-ikhlasnya, menjauhkanku dari rasa malu sejauh-jauhnya. Aku harap aku masih bisa berdiri dengan semua kemungkinan yang ada. Berdiri tegap seperti pohon kelapa dan tersenyum manis seperti gula. Tapi yang sebenar-benarnya, demi Allah yang aku berada dalam genggaman-Nya, aku sama sekali tidak mengharapkan kabar buruk itu, tidak sama sekali. Aku ingin tersenyum lega dan membuat orang-orang yang kucintai juga tersenyum bahagia akan kabar baik itu.

Pada tanggal 2 Juni 2010, aku mendapat kabar dari sekolah, aku lulus. Alhamdulillah, aku senang sekali. Setelah kesulitan, ALLAH Subhanahu wa Ta'ala berjanji pasti akan ada kemudahan, pasti akan ada kemudahan!!!

Sekarang aku telah menjadi seorang mahasiswi di sebuah unversitas dengan jurusan yang menjadi idamanku sejak kecil.

Dan apa yang bisa kubanggakan dari semua ini? (1) Aku tidak lulus dengan nilai murni (2) Aku lulus dengan nilai murni (3) Paling membanggakan, banyak orang yang merasakan hanya lulus saja atau tidak lulus saja, sedang aku? Aku bisa merasakan kedua-duanya, “lulus” dan “tidak lulus”. Aku bangga pernah tidak lulus, setidaknya aku bisa membagi kisahku pada orang lain utamanya orang-orang yang juga merasakan peliknya tidak lulus agar dia Laa taiasu mirrowhiLLAH... (selesai)

Bukankah ini adalah kisah yang mengharukan Teman? Apakah ada hikmah yang bisa kamu petik dari kisah ini?

1. Setelah kesulitan pasti ada kemudahan!!!

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Qs. Alam Nasyrah [94] :5-6)

Itulah janji ALLAH Subhanahu wa Ta'ala, maka apalagi yang meragukanmu? Pernahkah kamu melihat orang yang sepanjang hidupnya menderita dan menangis terus seperti di sinetron-sinetron? Tidak mungkin. Bahkan untuk seorang yang non-Muslim sekalipun, mereka tetap mendapat jatah kebahagiaan dari ALLAH Subhanahu wa Ta'ala walaupun mereka tidak pernah mengakui ke-Esaan ALLAH dan beribadah kepada-NYA.

2. Jangan menunda-nunda shalat...

Saya belum menemukan hadits ini, afwan....

3. ALLAH Subhanahu wa Ta'ala menguji seseorang sesuai dengan kemampuannya.

Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu. (Qs. Muhammad [47]: 31)

Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. (Qs. al-An’am [6]: 152)

dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (Qs. al-A’raf [7]: 42)

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Qs. ath-Thalaq [65]: 7)

4. Jangan berputus asa dengan rahmat ALLAH Subhanahu wa Ta'ala.

Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat." (Qs. al-Hijr [15] : 56)

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Qs. Yusuf [12] : 87)

Semoga bermanfaat Teman, waLLAHU a’lam...

0 komentar: